31 July 2010

DELLAMORTE DELLAMORE ( CEMETERY MAN ) | 1994

Storyline : 

Francesco Dellamorte ( Rupert Everett ) adalah seorang penjaga pemakaman Buffalora di Itali Utara. Dia tinggal di areal itu bersama asistennya Gnaghi yang menderita keterbelakangan mental dan hanya mampu mengeluarkan satu kosakata 'gnya' dari mulutnya ( diperankan dengan sempurna oleh Francois Hadji Lazaro ). Selain Gnaghi yang idiot, Francesco hanya mempunyai satu orang teman di kota bernama Franco. Sementara, orang-orang lain hanya menganggap Francesco sebagai pathetics-freak-impotent yang layak untuk di olok-olok.

Masalah Francesco bukan itu saja, pekuburan yang dijaganya ternyata mempunyai misteri yang tidak di mengerti oleh nya. Ya, beberapa minggu setelah dikubur di Buffalora, mayat -mayat itu akan bangkit menjadi flesh-eater-zombie ( yang disebut olehnya sebagai 'Returner' ). Zombie2 ini hanya bisa dihentikan dan tidak akan bangkit kembali menjadi 'Returner' setelah Francesco atau asistennya ( Gnaghi ) memecahkan kepala zombie itu dengan pistol atau sekop! Jadilah setiap malam, aktifitas Francesco & Gnaghi hanyalah menunggu Returner yang mengetuk pintu, meledakkan kepala rotten-corpse berjalan itu, untuk kemudian menguburkannya lagi.

Kejadian seperti itu jelas sangat mengganggu Francesco, namun dia tidak punya pilihan lain. Dia sadar, jika dia melaporkan misteri para zombie ini kepada pihak berwajib, pekuburan Buffalora pastinya akan ditutup dan dia akan kehilangan pekerjaan. So, Francesco memilih diam dan lebih suka meledakkan kepala zombie itu saja dengan revolver. Beres.

Namun, minimnya relasi sosial dan rutinitas kerja, membuat Francesco dilanda kesepian,

"well at a certain in life, you realize..you know more dead people than living." keluhnya.
Suatu hari, kehidupan Francesco yang bak 'mayat-hidup' mendadak berubah ketika dia merasakan 'passion of love' pada seorang wanita ( Anna Falchi ), seorang janda yang suaminya baru saja di kubur di pemakaman itu. Mereka lalu saling jatuh cinta. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ketika sang wanita di gigit oleh zombie mantan suaminya, Francesco menyangka kekasihnya telah meninggal akibat gigitan dan bangkit menjadi 'Returner' , maka diapun dengan perasaan hancur terpaksa menembaknya. Keputusan yang salah, karena kemudian akhirnya dia tahu bahwa gigitan zombie sebenarnya tidak menyebabkan kematian. Artinya, Francesco membunuh kekasihnya sendiri yang sebenernya saat itu belum meninggal. Jiwa Francesco terguncang.

Dikelilingi setiap hari oleh masalah kematian dan cinta, kemudian membuat Francesco merasa frustasi+bingung dan mulai mempertanyakan misteri keberadaan, hidup, cinta, dan kematian. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk melakukan tindakan yang sama sekali tidak kita duga!

Review :


Kalo kita ngeliat sebuah judul film Zombie-Itali ama ngebaca tagline 'Zombies, Gun and Sex..OH MY!" di posternya apa sih yang kita harepin selaen sebuah film yang akan ngasih kita ceceran otak, boobs ama organ tubuh termutilasi seperti yang biasanya dikasih oleh zombie-splatter-flick ala negeri Pizza? Kenyataannya, Michelle Soavi's Dellamorte Dellamore ( di beri judul 'Cemetery Man' untuk peredaran di luar Eropa ) keluar dari stereotipikal film Zombie-Splatter Itali dan membuat gue mengernyitkan jidat buat mengerti apaan sih nih yang lagi gue tonton?.

Ini adalah sebuah sebuah film horror-komedi-gelap dengan sentuhan gothic dan tone-ambience yang penuh dengan adegan simbolis atau metafor2 tertentu yang harus kamu singkap maksudnya kalo pengen ngertiin apa yang pengen sutradara nya sampein. Film zombie tapi harus mikir, kebayang ga sih? haha

Dalam kasus berbeda, model tontonan kaya gini akan membuat gue menggerutu, tapi untungnya tidak dengan Dellamorte Dellamore. Michelle Soavi terus membuat filmnya tidak pernah berhenti bergerak, twisting disana-sini, sampe akhirnya berhenti pada sebuah ending yang kemungkinannya akan membuat sebal setengah mati atau malah terpesona dan penasaran akan maksudnya.


Gue adalah jenis penonton yang terpesona, mungkin karena 2 karakter Francesco & Gnaghi berhasil membuat gue peduli dan terlibat ( bravo untuk akting ke duanya ), mungkin karena shot-shot nya yang stylish, dan mungkin juga karena gue dibuat terkesan dan ketawa oleh beberapa adegan komedi-satirnya yang sungguh bizzare+ikonik seperti : Zombie yang bangkit dari kubur dengan mengendarai motor!, cewek yang merengek-rengek minta di makan ama Zombie-kekasihnya, beberapa momen splatter yang keren, adegan sex-scene Francesco dengan Anna Falchi yang super seksi ( walaupun huge-breast nya dalam film ini digosipin : fake ), tapi jelaslah kalo Anna Falchi hot banget disini! atau mungkin karena ini : percintaan Gnaghi dengan potongan-kepala gadis pujaannya!!

Ya, sub-plot kisah percintaan Gnaghi yang idiot dengan potongan-kepala Valentina menjadi plot sampingan yang tidak kalah menariknya. Sungguh menyentuh sekaligus membuat gue merinding. Bayangin adegan orang idiot menggesek biola di sebuah pekuburan antik, sementara pacarnya yang cuma potongan-kepala menggelinding mengikutinya. Anjrooot! hahaha sebuah adegan yang pastinya pengen dibuat oleh Tim Burton. Adegan ridikulus 'kepala ngomong' ini ngingetin gue ama film Itali lainnya yaitu Dario Argento's Trauma, yang mana Argento menyajikannya dengan tone yang lebih serius..dan Oh ya, tentu saja Stuart Gordon's Re-Animator yang silly-fun itu :)

Menjelang akhir, skenario yang ditulis untuk screen oleh Gianni Romoli dari novel-graphis karya Tiziano Scalvi ini semakin extremely-strange dan membingungkan. it's so surreal-weird. Seseorang yang sudah il-fil dan kehilangan atensi sejak pertengahan film, tentunya akan memencet tombol stop pada momen ini dan memilih nonton Sule di OVJ . Tapi seperti gue bilang diatas, gue udah keburu penasaran, maka yang gue lakuin adalah terus menontonnya sampe abis. Dan bener aja..gue cengok nggak ngerti nih film maunya apaan? ngajak ribut?


Tapi, tentu aje kita sekarang punya banyak forum di Internet yang dipenuhi orang2 kelebihan waktu buat mendiskusikan sebuah cerita film, se-absurd apapun itu. Maka, dengan bantuan mbah google gue mulai searching, ngebaca sekian banyak interpretasi orang, dan akhirnya gue nemu interpretasi yang paling cocok. Setelah itu, gue menonton kembali film ini dan kali ini, ketika film usai..tersungging senyum kepuasan dari bibir gue.Ya, Dellamorte Dellamore itu film mumet yang ketika ditonton kembali akan terasa semakin keren. dan anehnya itu film zombie??!
Gue jelas nggak pikir panjang dulu ketika berpendapat, " gore ya gore ajalah..ga usah nyeni-nyenian " karena pada kenyataannya Michelle Soavi berhasil ngegabungin horror, zombie, gore, romance dan juga nyeni-nyenian menjadi sebuah tontonan yang bisa gue apresiasi. 
Gue nggak tau apa film kaya gini yang dikategoriin ber-genre arthouse? iya kali ya..hehe. Dan sekarang gue yakin kalo gue sebenernya bisa nikmatin semua subgenre horror dari Thriller sampe Splatter, dari B Movie sampe Z Movie ( hehe ), dari Suspense sampe Exploitation dan dari Grindhouse sampe Arthouse..asal dibikinnya menuhin standar-subyektif gue aja sih hehe.
Dellamorte Dellamore is a zombie flick with a brain. funny-dark, tragic, hot ( Anna Falchi is Hot! ), surreal, weird, scary, smart, twisting and..still bloody-gory. Nah.




8/10

29 July 2010

DELIVERANCE (1972)

STORY :

4 Orang bisnismen kota Atlanta yang merasa bosan dengan pekerjaan, televisi dan bermain golf di akhir pekan, memutuskan untuk merasakan adrenaline dengan berpetualang ( Canoeing ) di sungai Cahulawassee, Georgia Utara sebelum akhirnya sungai dan kawasan itu akan hilang untuk dijadikan bendungan raksasa yang oleh salah seorang mereka disebut sebagai "one big, dead lake". Mereka adalah Lewis ( Burt Reynolds ), Ed ( John Voight ), Drew ( Ronny Cox ) dan Bobby ( Ned Beatty).

Petualangan yang seharusnya menyenangkan itu berubah drastis menjadi horror, ketika 2 orang 'local-mountain-man' yang terlihat retard+vicious+biadab ( BIll McKinney, Herbert Coward ) mengintai 'orang-orang kota' ini dari balik kegelapan hutan, dan di hari berikutnya mereka berhasil menangkap Ed dan Bobby Bukan hanya menangkap, 2 local-mountain-man ini kemudian melakukan pelecehan seksual brutal yang baru kali ini gue liat dalam sebuah film. Yap, salah satu villain ini menyodomi Bobby ( Ned Beatty ) dan menyuruhnya untuk menguik seperti babi! ( Adegan ini kemudian dikenal sebagai 'Squeal Like A Pig scene'.) Sementara Ed tak berdaya dibawah todongan senjata.

Dari situ, ke empat protagonis kita kemudian terjebak dalam sebuah mimpi buruk, dimana mereka menentukan batas tipis yang harus mereka pilih antara peradaban, moral, hukum, survival dan apa yang kita kenal sebagai barbarisme.

REVIEW :


Kalo kita liat sekilas, film ini sepertinya akan menjadi tipikal horror-nowadays yang mempunyai plot simpel 'holiday trip becomes a nightmare' dengan sosok villain muncul dari balik hutan atau gunung yang menyergap para protagonis, kaya 'Wrong Turn', 'Vertige' atau 'The Hills Have Eyes'. Tapi, yang ngebedain Deliverance dari film2 itu ( selain jelas ini adalah salah satu pelopor film2 ber-plot sejenis ) adalah bahwa semua yang ada di film ini masuk akal. Tidak ada karakter-karakter tolol melakukan hal-hal tolol, tidak ada cewe-cewe ber toket besar menggendong ransel kosong, dan tidak ada villain berwajah rusak akibat radiasi nuklir. Gue nggak bilang kalo dengan elemen itu, sebuah film horror akan menjadi jelek ( soalnya gue juga suka The Hills Have Eyes hehe ). Gue cuman bilang beda, itu aja. Sementara sesi konflik moral yang terjadi pada para protagonisnye mengingatkan gue pada film 'Mean's Creek'. Yep, Deliverance adalah 'Wrong Turn + Mean's Creek.

Namun walau tidak ada monster-radiasi-nuklir didalamnya, 2 villain dalam film ini sanggup melakukan kekejian yang tak kalah ultra-shockingly-disturbing. 

Jika adegan pemerkosaan cewe di I Spit On Your Grave udah cukup memilukan buat kamu tonton, gimana dengan adegan cowo paruh baya gembrot di sodomi oleh lelaki bejad-moral yang juga memaksanya untuk menguik-nguik seperti babi?? ini adalah salah satu the sickest-scene yang pernah gue liat di sebuah film.

Dengan dipenuhi shot-shot brillian didukung setting pegunungan dan sungai di pedalaman Amerika, Deliverance bener-benar mengasyikkan buat ditonton dan membuat gue lupa kalo ini adalah sebuah film produksi tahun 70-an awal. Semua cast juga sepertinya sedang memainkan peran terbaik sepanjang karir mereka yang membuat gue ikut peduli pada apa yang terjadi. Burt Reynolds terlihat gagah sebagai 'the man with the answer', Ronny Cox sang moralis, Ned yang memelas ketika disodomi dan John Voight..oh, gue hampir gagal mengenali kalo pria inilah yang juga berperan sebagai Sarone di Anaconda.

Thus, Sutradara John Boorman berhasil mengadaptasi buku James Dickey ( berjudul sama ) menjadi sebuah thriller-survival mendebarkan sepanjang 110 menit  yang mengalir deras seperti arus-jeram sungai Cahulawassee. Intensitas sudah dibangun sejak menit pertama dengan adegan 'dueling banjo' yang ikonik itu. Sebuah adegan 'duel-terselubung' antara banjo-jelek-murahan yang dimainkan seorang bocah-lokal yang terlihat creepy dan memendam kebencian melawan gitar mahal Drew yang terkesan sombong. Sejak itu, eskalasi terus memuncak menjadi duel sesungguhnya antara mountain-man melawan para city-boys. antara moralitas melawan survival. dan antara peradaban melawan barbarisme. Meninggalkan kita untuk termenung memikirkan sekali doktrin peradaban yang udah selama ini kita percaya.


Film ini semakin menarik untuk dibicarakan ketika sutradara dengan sengaja membiarkan adegan kematian Drew tidak dijelaskan dan terbuka untuk di interpretasikan sendiri oleh penontonnya.

Terakhir, ada sedikit sindiran halus yang cukup membuat gue tersenyum miris, 

bahwa ketika kita mengutuk pemerkosaan biadab yang dilakukan two-local-mountain-men terhadap para 'city boys' ini, sebenernya peradaban modern juga tidak lebih suci dari mereka, seperti pendapat salah seorang diantara protagonis kita yang mengkritik pembangunan bendungan itu dengan berkata "they're gonna rape this whole landscape. they're gonna rape it"

Deliverance adalah sebuah masterpiece. dan dengan cepat gue menyebutnya sebagai 'classics'. PADDLE FASTER, I HEAR BANJOS!!





RATING : 8/10